
Newjakarta – Nama Rivel Sumigar kini dikenal luas di jagat maya. Pemilik akun TikTok dengan lebih dari 22 juta pengikut, serta jutaan pengikut lainnya di Instagram, Facebook, dan YouTube ini telah menjelma menjadi influencer nasional yang tak hanya populer, tetapi juga inspiratif. Namun, di balik kesuksesan digitalnya, tersimpan kisah masa kecil yang penuh perjuangan dan luka batin.
Rivel lahir sebagai anak kelima dari keluarga petani sederhana di Manado. Ia dilahirkan dalam kondisi prematur, dengan kaki kanan yang cacat sejak lahir. Menurut keluarganya, kondisi tersebut kemungkinan disebabkan usia orang tua yang sudah cukup lanjut saat mengandung dan melahirkannya—sang ibu berusia 40 tahun kala itu.
Meski demikian, harapan muncul ketika orang tuanya dipertemukan dengan seorang dokter yang menawarkan metode penyembuhan sederhana: kaki Rivel dibungkus dengan papan bambu selama tiga bulan. Hasilnya, ia bisa berjalan, meskipun langkahnya tidak sempurna.
Namun, masa kecil Rivel diwarnai oleh perundungan. Ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD), ia sering diejek oleh teman-temannya karena cara jalannya yang berbeda. Julukan “Si Pengkor” kerap dilontarkan, menyisakan luka yang mendalam.
“Aku waktu SD sering dipanggil ‘Pengkor’. Kalau aku main depan rumah dan teman-teman mengejekku, aku pernah lihat papa menangis. Tapi aku bilang ke papa bahwa aku baik-baik saja, padahal sebenarnya aku sakit hati,” cerita Rivel.
Perundungan itu berlangsung dari SD hingga awal SMP, selama hampir 6–8 tahun. Rivel mulai terbebas dari ejekan saat ia pindah ke kota untuk melanjutkan pendidikan di SMA. Di lingkungan baru, ia menemukan komunitas yang lebih suportif.
Tekad Rivel untuk bangkit tidak main-main. Ia bertekad ingin kuliah dan membahagiakan ibunya sebelum menikah. Meski orang tuanya hanya seorang petani dan kesulitan membiayai kuliah, Rivel berjuang mencari informasi hingga akhirnya mendapatkan beasiswa Bidik Misi. Dengan uang saku pas-pasan—sekitar Rp300 ribu per minggu—ia menjalani hidup hemat, bahkan sering hanya makan abon atau lauk seadanya.
Namun, keterbatasan itu tak membuatnya menyerah. Ia menjual satu-satunya laptop miliknya untuk memulai usaha jual-beli laptop kecil-kecilan demi menambah penghasilan. Dari hasil usahanya, ia mulai bisa makan layak dan menyewa kamar kost sendiri.
“Dulu kost berdua bayar Rp400 ribu, sekarang bisa kost sendiri karena penghasilan dari jual laptop,” kenangnya.
Rivel juga pernah bekerja sebagai waiter malam hari di sebuah karaoke, dengan jam kerja dari pukul 7 malam hingga 3 pagi. Gajinya ia tabung untuk membeli sepeda motor dan kemudian menjadi driver ojek online selama dua tahun, bahkan sempat berjualan bakso.
Setelah lulus kuliah, Rivel sempat bekerja kantoran di Manado. Namun jalan hidupnya berubah ketika ia mulai mencoba membuat konten di YouTube, yang kemudian membawanya merambah TikTok—dan sukses besar.
Kini, orang-orang yang dulu pernah mengejeknya datang dengan sikap berbeda: ingin belajar darinya tentang cara membuat konten digital. Meski luka masa kecil masih membekas, Rivel memilih untuk memaafkan dan mengambil pelajaran dari pengalaman pahitnya.
“Aku sudah memaafkan mereka. Tapi tetap, rasa sakit itu masih terasa jika ingat masa dipanggil ‘Pengkor’. Sekarang sudah tidak ada lagi yang memanggilku seperti itu,” pungkas Rivel.
Kisah Rivel Sumigar adalah bukti nyata bahwa masa lalu tidak menentukan masa depan. Dari seorang anak petani yang pernah di-bully, ia tumbuh menjadi sosok inspiratif yang menyentuh hati jutaan orang.
Kalau kamu mau versi artikel pendek untuk media sosial atau visual buat konten, tinggal bilang ya!