
Newjakarta – Drama soal surat deposito alias NCD antara dua konglomerat Indonesia, Jusuf Hamka (CMNP) dan Hary Tanoesoedibjo (MNC Group), makin panas. CMNP yang ngerasa dirugikan sampai Rp 103,4 triliun, bawa perkara ini ke meja hijau. Tapi menurut Gerakan Mahasiswa Hukum (GEMAH), gugatan itu bisa dibilang “salah alamat”.
Ketua Umum GEMAH, Badrun Atnangar, bilang pihaknya udah ngelakuin examinasi alias bedah kasus secara mendalam buat ngecek gimana sebenarnya duduk perkaranya.
CMNP Nuntut, Tapi Kok Salah Target?
Dalam gugatannya, CMNP minta pengadilan buat nyita aset milik Hary Tanoe dan MNC Asia Holding, plus ngeklaim mereka udah jadi korban perbuatan melawan hukum. Tapi GEMAH nemuin fakta-fakta yang justru bikin gugatan itu kelihatan ngawur.
“Yang nerbitin NCD itu Unibank, dan CMNP beli langsung dari mereka. Jadi transaksi itu ya antara CMNP dan Unibank. Bhakti Investama (yang sekarang jadi MNC Asia Holding) cuma jadi makelar alias broker,” jelas Badrun.
Bhakti Investama Cuma Jadi Perantara
NCD yang dibeli CMNP totalnya US$ 28 juta, dengan dua kali jatuh tempo. Pembayaran juga disebut berjalan lancar. Unibank sendiri udah nerima uang dari CMNP selama lebih dari dua tahun, total US$ 17,4 juta.
“Nggak ada tuh bukti kalau Bhakti Investama nerima duitnya. Mereka cuma dapet fee sebagai perantara. Jadi kalau dibilang Bhakti Investama terlibat, itu nggak kena logika hukum,” tegas Badrun.
Auditor CMNP Sendiri Bilang NCD Asli
Menariknya lagi, menurut Badrun, CMNP punya auditor internal yang dulu udah ngecek NCD itu dan nyatakan semuanya sah saat Unibank masih aktif. Jadi, tuduhan bahwa sertifikat itu palsu nggak bisa dibuktikan.
MA Udah Pernah Putus Kasus Ini
Ternyata, masalah ini udah pernah dibawa ke pengadilan juga sebelumnya. Tapi waktu itu, Bhakti Investama nggak ikut diseret, dan Mahkamah Agung malah memutuskan bahwa BPPN yang menang. Artinya, Bhakti Investama memang nggak punya tanggung jawab hukum atas NCD itu.
Kesimpulan: Gugatan CMNP “Salah Pihak”
“Intinya, gugatan ini salah target. Harusnya bukan Bhakti Investama yang digugat, karena mereka cuma jadi calo. Ini contoh klasik kasus error in persona atau salah pihak,” kata Badrun sambil ngasih analogi simpel.
“Kayak misalnya A pinjam duit ke B, terus pas B-nya kabur, A malah gugat C yang cuma jadi saksi. Kan aneh,” lanjutnya.