
Jakarta – Polemik antara musisi senior Yoni Dores dan pedangdut Lesti Kejora bikin ramai jagat hiburan. Masalahnya soal hak cipta lagu yang dibawakan Lesti di televisi. Yoni mengaku sudah tiga kali datang ke rumah Lesti dan melayangkan somasi, tapi tak digubris. Akhirnya, ia memilih melapor ke Polda Metro Jaya.
Menanggapi hal ini, praktisi hukum sekaligus pengacara dan dosen UNMA: Universitas Mathlaul Anwar, Dr. H. Firman Candra, S.E., S.H., M.H., ikut angkat bicara. Ia menyarankan agar kedua belah pihak lebih baik duduk bareng dan menyelesaikan masalah lewat mediasi, bukan langsung ke jalur hukum.
“Sebuah laporan polisi, karena kita menganut Eropa Continental Justice System seperti Belanda dan Perancis, itu pasti sudah melewati proses yang namanya mungkin mediasi, undangan, somasi,” jelas Firman.
Menurutnya, kalau somasi dijawab dengan baik, mestinya nggak perlu sampai bikin laporan polisi.
“Kalau dijawab, mestinya tidak harus sampai laporan polisi. Mungkin dugaan kami itu tidak dijawab, LV somasi tersebut. Akhirnya dilakukan namanya laporan polisi,” tambahnya.
Kalau laporan polisi sudah masuk, lanjut Firman, artinya proses hukum pun berjalan.
“Kalau sudah laporan polisi, otomatis proses ini menjadi proses litigasi. Proses yang diproses oleh penyidik. Misalnya di Polda Metro Jaya, berarti penyidik dari Polda Metro Jaya akan melakukan sebuah proses yang namanya BAI,” jelasnya lagi.
Tapi ia kembali mengingatkan, sebaiknya diselesaikan dulu secara kekeluargaan sebelum proses hukum berjalan lebih jauh. “Kalau bisa mediasi aja. Karena kalau sampai ke pengadilan, prosesnya bisa panjang banget, bisa sampai enam tahun,” ujarnya.
Soal inti masalah, Firman menjelaskan ini menyangkut hak cipta. Tapi menurutnya, seharusnya hal ini bisa dibicarakan dulu dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mengatur royalti.
“Semestinya jangan langsung melakukan upaya pelaporan, harusnya diskusi dulu dengan LMK, karena LMK itu yang mengumpulkan value atau amount atau angka yang akan diberikan kepada si pencipta,” ucapnya.
Firman juga mengingatkan bahwa tidak semua lagu otomatis masuk dalam perlindungan LMK. Ada juga musisi yang memang tidak mendaftarkan karyanya.
“LMK juga tidak mengkolektifkan semua pencipta lagu. Ada juga penyanyi yang tidak mau karena berpikir sodako saja. Untuk dinyanyikan lagunya di tempat lain atau penyanyi lain itu sah-sah saja,” tambahnya.
Menanggapi langkah cepat Yoni yang langsung lapor ke polisi, Firman menilai langkah itu agak terburu-buru. Apalagi kalau Lesti cuma menyanyikan lagu itu di acara TV dan bukan dia yang upload ke YouTube.
“Harusnya Yoni Dores melaporkan akun YouTube-nya, bukan Lestinya. Jadi pasal 55 turut serta harusnya masuk,” katanya.
Karena menurutnya, yang menyebarluaskan video bukan Lesti, tapi media atau pihak lain yang mungkin memonetisasi kontennya.
“LP ini tidak mudah. Tidak bisa satu orang saja kalau ingin mentersangkakan. Karena bagaimanapun undang-undang kita, ada namanya Undang-Undang ITE,” lanjut Firman.
Di akhir, ia menyarankan agar masalah ini tak usah diperpanjang dan diselesaikan baik-baik.
“Lebih baik pelapor dan terlapor legowo untuk melakukan yang namanya mediasi dan silaturahmi, seperti orang timur Indonesia,” katanya bijak.
Bahkan kalau perlu, kata Firman, dibuatkan akta perdamaian agar laporan polisi bisa dicabut dan tidak naik ke tahap penyidikan.
“Kalau ganti rugi itu kan mereka sudah tahu menghitungnya, ada material dan imaterial. Tapi itu akan diuji di pengadilan. Jadi kalau bisa bertemu dan maaf-maafan, itu lebih baik,” tutupnya.