Diduga Diserobot Tokoh Agama, Fikri & Sardi Laporkan Kasus Sengketa Tanah ke Polres Jakarta Barat
NewJakarta — Kasus dugaan penyerobotan tanah kembali mencuat di Jakarta Barat. Dua warga, Fikri dan Sardi, melalui tim kuasa hukumnya Firman Maulana, S.H. (yang dikenal dengan nama Firman Blank) bersama Dian Wibowo, S.H., resmi melaporkan dugaan tindak pidana penyerobotan dan penguasaan tanah tanpa hak yang diduga dilakukan oleh seorang Syekh berinisial AA (Al-Misri) ke Polres Metro Jakarta Barat, Jumat (7/11/2025).
Firman menjelaskan, laporan tersebut berawal dari temuan adanya klaim sepihak terhadap tanah milik kliennya. Pihak Syekh AA diketahui memiliki sertifikat tanah yang baru terbit pada tahun 2008, sedangkan sertifikat hak milik (SHM) atas nama Fikri telah sah terdaftar di BPN Jakarta Barat sejak 1990.
“Klien kami memiliki sertifikat hak milik yang sah dan terdaftar di BPN sejak tahun 1990. Namun tiba-tiba muncul sertifikat lain atas nama pihak AA yang terbit pada tahun 2008 di lokasi yang sama. Ini tentu sangat janggal,” jelas Firman kepada awak media di Polres Jakarta Barat.

Tim kuasa hukum kemudian melakukan pengecekan ke BPN Jakarta Barat. Hasilnya, SHM atas nama Fikri dengan luas 145 meter persegi masih aktif dan valid. Sementara itu, sertifikat milik pihak AA tercatat seluas 134 meter persegi, memiliki titik koordinat berbeda namun menggunakan alamat yang sama.
“Kami sudah cross check ke BPN Jakarta Barat. Secara titik koordinat, lahan milik klien kami valid dan terdaftar. Sedangkan sertifikat milik pihak AA tidak memiliki NIB (Nomor Identifikasi Bidang Tanah). Artinya, ada kejanggalan serius di sini,” tegas Dian Wibowo.
Sebelum melapor ke pihak kepolisian, Fikri dan Sardi sempat menempuh jalur damai. Mereka sudah mengirimkan dua kali somasi dan menawarkan penyelesaian secara restorative justice, namun tidak mendapat tanggapan dari pihak Syekh AA.
“Kami sudah dua kali melayangkan somasi dan bahkan menawarkan penyelesaian secara restorative justice. Sayangnya, mereka tidak menanggapi dan melalui kuasa hukumnya justru menyatakan kasus ini deadlock. Karena itu, kami menempuh jalur hukum,” tambah Dian.
Firman Maulana menilai tindakan pihak AA dapat dijerat dengan Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan tanpa izin, serta Pasal 385 KUHP mengenai penyerobotan tanah dan penggunaan lahan tanpa hak.
“Kami menilai ada dugaan pelanggaran Pasal 167 KUHP. Apalagi pihak yang bersangkutan dikenal sebagai tokoh agama. Seharusnya menjadi teladan dalam menaati hukum, bukan justru melakukan penguasaan lahan milik orang lain tanpa hak,” ujar Firman.
Selain jalur pidana, tim kuasa hukum juga mempertimbangkan langkah perdata untuk memperkuat posisi hukum kliennya, serta mendesak BPN Jakarta Barat agar melakukan pemeriksaan internal terhadap dugaan maladministrasi atau permainan oknum dalam penerbitan sertifikat baru tersebut.
“Kami menduga ada indikasi keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam penerbitan sertifikat tahun 2008. Semoga penyidik dan BPN bisa mengusut tuntas kemungkinan adanya praktik mafia tanah,” kata Firman.
Firman menutup pernyataannya dengan harapan agar pemerintah serius menindak tegas kasus seperti ini.
“Kami berharap di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, praktik mafia tanah bisa diberantas tuntas agar tidak ada lagi rakyat yang kehilangan hak atas tanahnya sendiri,” pungkas Firman Blank.
